Rabu, 05 November 2014

Topeng



“Aku mau nunggu kamu”
                Aku bahagia. Ah, tidak. Aku sedih. Ah, mungkin tidak. Lalu apa yang sebenarnya aku rasakan saat dia mengatakan itu?
                Mungkin hati ini sudah terbagi menjadi dua. Saat aku bertemu dengan dia, aku merasa ada sesuatu lain dalam hati ini. Beribu kupu-kupu berterbangan, mereka seolah ingin menunjukkan kepada setiap orang bahwa aku sedang “jatuh cinta”. Jatuh cinta? Kalau aku boleh memilih, aku tidak ingin jatuh cinta pada masa muda. Aku hanya ingin jatuh cinta pada manusia sempurna yang memang sudah ditakdirkan bersamaku. Namun inilah kehidupan. Harus kita akui bahwa kita tidak bisa berhenti jatuh cinta. Seperti aku saat ini, mungkin aku belum bisa mengartikan ini sebagai jatuh cinta, karena saat aku jauh dari dia, semuanya terasa hambar.              
                Kupu-kupu semuanya hilang entah kemana.  Kemana mereka? Apa mereka dikalahkan oleh rasa gengsi? Apa mereka ditendang oleh bayang-bayang masa lalu? Kadang aku merasa terpenjara oleh komitmen yang aku buat sendiri. Prinsip hidupku membawaku ke puncak penyesalan, mengapa harus kubuat prinsip seperti ini? Andai tak kubuat prinsip itu, mungkin aku sekarang sudah mengakui semuanya, aku tak perlu terpenjara seperti ini. Tapi inilah prinsipku. Setiap orang punya prinsip hidup masing-masing bukan? Dan inilah prinsip hidupku yang aku yakini akan membawaku menjadi manusia yang lebih baik.
                Yap kau benar, aku memang munafik. Membohongi perasaanku sendiri, tapi biarlah aku menikmati kemunafikkan ini. Suatu hari nanti, kalian akan mengerti.



Jember, 28 Oktober 2014


Hedys

Kawan



Maaf.
Mungkin hanya kata itu yang mampu aku katakan kepadamu. Saat aku menulis ini, aku teringat mata cokelatmu yang dengan pandangan kosong menatap dalam kepadaku. Aku teringat senyum getir yang kau goreskan ke dalam wajahmu. Kau seperti ingin memuntahkan semua kesedihan dan kecewamu. Maafkan aku jika aku tak bisa menjadi power ranger yang kamu inginkan, karena aku hanya gadis biasa yang penuh dengan dosa.
Dengarlah kawan, sungguh aku tidak bermaksud membuatmu kecewa atau bahkan sedih. Bukan suatu kebanggaan bagiku, jika aku telah mematahkan hati seseorang. Aku hanya takut, hubungan pertemanan kita selama hampir 3 tahun ini hancur hanya karena sesuatu yang disebut cinta. Aku takut kau tak sudi menggodaku, tidak memfitnahku kalau aku suka ngupil di kelas. Tapi, bagaimana bisa aku mencintai kamu sedangkan masih ada bayang-bayang masa lalu yang selalu mengikutiku?
Sungguh, aku sangat menyayangimu. Menyayangimu sebagaimana aku menyayangi teman-temanku. Sebenarnya apa tujuanmu untuk memintaku menjadi sosok yang special dalam hidupmu? Suatu pesan singkat yang dikirim setiap saat? Kata-kata romantis dan panggilan sayang? Atau untuk pengingat makan dan sholat? Apakah kita tidak sadar bahwa semua itu bisa juga kita dapat dengan hanya menjadi sepasang sahabat. Kita masih bisa menjadi sepasang sahabat yang serasi, bahkan kita mampu mengalahkan pasangan-pasangan kekasih diluar sana yang kata banyak orang jauh lebih serasi. Tenanglah, kita masih bisa mendoakan satu sama lain. Aku harap kata “tidak” dariku tidak menjadi alasan untuk “tidak” lagi berteman denganku. Aku juga berharap jangan sampai tertanam sebuah jarak di antara kita. Masih banyak hal yang belum kita capai. Fokuslah kepada masa depanmu dan kejar cita-citamu selagi kamu memantaskan diri. Jika suatu hari nanti bukan aku, pasti ada yang jauh lebih baik.
Mungkin banyak orang menganggapku aneh bahkan gila, bagaimana bisa aku mengacuhkan cinta dari pria yang menjadi dambaan dari banyak kaum hawa karena ketampanan yang kau punya? Justru ini yang disebut cinta tak pernah memandang fisik seseorang, dan fisik bukan prioritas utama bagiku.  Aku yakin kita sudah cukup dewasa untuk menyikapi ini semua. Semoga semua dapat kembali seperti sedia kala, saat semua belum seperti ini. Kawan.


Jember, 14 Oktober 2014

Hedys